Pandemi Covid-19 luar biasa memakan korban yang sangat banyak, menyebar hampir semua negara di penjuru dunia. Bahkan di Indonesia



Pandemi Covid-19 luar biasa memakan korban yang sangat banyak, menyebar hampir semua negara di penjuru dunia. Bahkan di Indonesia

Burhanuddin Marbas Direktur Eksekutif :
       Center for Islamic Research and Consultancy (CIRC)

Pandemi Covid-19 memang luar biasa. Selain memakan korban yang sangat banyak, dengan penyebaran ke hampir semua negara di penjuru dunia. Bahkan di Indonesia, tidak hanya membuat panik rakyat, juga pemimpinnya.

Celebes Magazine, Makassar- awalnya terkesan memandang remeh virus ini. Ketika sudah ada yang terjangkit, baru kelimpungan. Malah,  beberapa kebijakan diambil, terkesan di luar nalar dan logika. Terkesan terbalik dengan apa yang menjadi mafhum bagi mayoritas rakyat. Wajar, jika kemudian ada yang berpendapat. Indonesia negeri terbalik.

Pandangan ini ada benarnya. Apabila mencermati kebijakan pemerintah. Terutama dalam merespon masalah menjamurnya covid-19. Ini bisa dilihat dari beberpa kebijakan yang diambil. Penulis mencoba menguraikan dalan beberapa poin kebijakan

Pertama, gelontorkan dana 72 M untuk mendatangkan wisatawan asing ke Indonesia. Ketika pertama kali muncul covid-19 di Wuhan China. Terjadi kecemasan dalam dunia global. Terutama terjadinya resesi ekonomi. Alasan sangat logis, China adalah raksasa ekonomi dunia.

Musibah corona pasti berpengaruh terhadap ekonomi China. Imbasnya juga akan terasa di dunia global. Terlebih negara yang menggantungkan diri terhadap China. Namun, negara-negara dunia, lebih mementingkan menyelamatkan rakyatnya dari covid-19  dibanding menyelamatkan ekonomi.

Saudi Arabia misalnya. Mengambil kebijakan dengan melarang jamaah umrah dari beberapa negara, seperti Indonesia. Kebijakan diambil Saudi Arabia berarti menutup pemasukan uang yang besar. Mayoritas negara lainnya, melarang warga negara lain masuk di negaranya.

Indonesia berbeda. Justru mempermudah WNA masuk dengan alasan wisata. Tidak sampai di situ, malah diberi suntikan dana ke maskapai penerbangan agar tiket di diskon. Meski, belakangan terpaksa juga melarang negara tertentu masuk ke Indonesia. Namun, WNA China tetap diberi izin. Padahal covid-19 dari China.

Akibat kemudahan ini, sampai bulan Maret TKA dari China masih berbondong-bondong masuk Indonesia. Sejumlah Bupati melarang dan marah atas kedatangan TKA tersebut. Tapi, Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan terkesan melindungi dengan dalih kerjasama investasi. Begitu juga dengan aparat. Menurut Menteri hukum dan HAM, Yasona sampai bulan Maret sekitar 188 ribu TKA masuk ke Indonesia.

Kedua, Membebaskan Narapidana gegara covid-19. Keinginan Menteri Hukum dan HAM Yasona tidak hanya menuai polemik di tengah-tengah masyarakat. Tapi keinginan kian meneguhkan kerap kebijakan terbalik pemerintah. Soalnya, ketika pemerintah terus mengimbau masyarakat untuk tetap tinggal di rumah untuk menangkal penyebaran virus ini.

Bahkan, Presiden sudah mengambil sebuah kebijakan darurat kesehatan, dengan membatasi masyarakat keluar rumah, acara mengumpulkan orang banyak. Pelanggaran terhadap kebijakan bisa dipenjara atau didenda samapi 100 juta.

Justru Yasona ingin membebaskan tahanan supaya tidak terjangkit virus. bukankah penjara selama ini aman, tidak semua orang bisa bersentuhan. Tahanan hanya bisa berkomunikasi dengan petugas dan pengunjung jadi sangat steril dari covid-19.

Masyarakat bingung

Selain kedua kebijakan di atas, beberapa kebijakan lain, yang sempat menuai polemik dan bingung masyarakat. Bukan masalah kebijakannya. Tapi justru para elit saling meluruskan. Misalnya saja, Kebijakan masalah penundaan pembayaran cicilan di bank dan pembiayaan untuk rakyat miskin.

Kebijakan ini disambut baik. Namun, setelah masyarakat menanyakan hal tersebut. Pihak bank bingung juga, dengan sejumlah alibi. Ujung-ujungnya pernyataan Presiden diluruskan oleh Juru bicaranya Fajroel Rachman, bahwa yang dapat keringanan korban covid-19. Itupun dengan syarat yang tidak ringan. Salah seorang teman wartawan berceloteh, kalau seperti ini, baiknya jangan diumumkan karena sulit juga dipenuhi masyarakat.

Bahkan sejumlah kebijakan lain juga, tidak hanya mendapat perlawanan dari rakyat. Tapi juga pejabat pemerintah daerah. Sebutlah kebijakan lockdown yang ditegaskan oleh Presiden sebagai kebijakan dari pemerintah pusat. Bukan Gubernur, atau Bupati.

Kebijakan ini mendapat perlawanan sejumlah kepala daerah, misalnya Walikota Tegal yang menerapkan Lockdown di daerahnya. Begitu juga dengan Kepala daerah di Papua. Para kepala daerah ini merasa bertanggung jawab menyelamatkan rakyatnya. Dibanding mendengar kebijakan pusat.

Sungguh ini ironis. Jika kebijakan pusat tidak dilaksanakan dan dilanggar oleh Pemerintah daerah. Meski sebenarnya dalam masalah melawan covid-19. Mayoritas masyarakat mengusulkan Presiden mengambil kebijakan lockdown untuk menyelamatkan rakyat.

Namun, Presiden mengambil kebijakan lain, dengan istilah darurat kesehatan. Menurut Pakar Tata Negara Prof Refly Harun, kebijakan ini diambil karena negara tidak punya dana untuk menjamin rakyat. Pasalnya, Lockdown mengharuskan negara membiayai kebutuhan masyarakat karena tidak diperbolehkan keluar.

Terlepas dari semua polemik di atas. Ini sebuah hal yang lumrah dalam sebuah tatanan negara yang menganut paham demokrasi. Pemerintah dan para pejabat negara siap menerima segala kritikan. Olehnya itu, sungguh miris jika gegara kritik atas kebijakan pemerintah menangani covid-19. Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan ingin memenjarakan Dr Said Didu.

Ini yang lagi virar dengan tagar #WeallStandWithSaidDidu. Tagar ini respon dan dukungan terhadap ancaman LBP yang akan menuntut hukum Said Didu. Dukungan tidak hanya dari nitizen. Tapi juga sejumlah tokoh siap bersama Said Didu, seperti mantan ketua umum Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin, Presiden Nusantara Foundation USA, Imam Syamsi Ali dan diperkirakan sejumlah tokoh lain akan melakukan perlawanan.

Jika langkah ini ditempuh LBP tidak hanya akan mencederai demokrasi di negara yang menjunjung tinggi nilai demokrasi. Lebih dari itu, upaya ini berulang telah dilakukan untuk membungkam pejuang demokrasi. Preseden buruk jangan terus diulang. Meski dalam negara otoriter, memenjarakan para pengkritik, adalah upaya menutupi segala kelemahan dalam mengelola negara.
Barombong, 4 April 2020

Sumber Berita: DPW.MOI SUL-SEL
Editor: Mustafa Kamal

Dewan Pembina  : Abd. Halim
Biro Hukum          : H. Abd Kadir,SH,Mh
Pemimpin Umum: Mustafa Kamal
Wakil                      : H.I.B. Hamka



Posting Komentar

0 Komentar