KEBEBASAN
Di Hongkong saya bertemu dengan gerombolan TKW yang sedang santai di sekitar Causeway Bay. Saya tanya, mengapa kamu jadi TKW? Saya juga bertemu dengan teman di Eropa dan AS. Saya tanya kenapa kamu engga kerja di Indonesia?. Alasan mereka soal gaji dan penghargaan. Menurut saya itu jawaban smart. Engga manja minta diproteksi oleh negara. Mengapa? karena dia paham arti survival. Banyak pengusaha Indonesia yang mendirikan pabrik di China, Vietnam, Malaysia. Saya tanya mengapa engga buat di Indonesia ? susah bisnis di Indonesia. Kita maju, dipalakin. Kita susah dicuekin. Yang menang yang dekat politik aja. DL DL, dia lagi dia lagi.
(James Kairupan}
Negara berpihak kepada pengusaha rente, namun kepada rakyat diberi kebebasan. Mungkin kata lain , “ogah ngopenin”. Karena engga ada duitnya. Kita engga seperti rakyat China. Apapun diatur negara. Engga bebas punya passport dan tentu engga bebas pindah ke luar negeri. Makanya yang seharusnya demo itu ya rakyat China. Tapi apakah mereka demo? ya tidak. Mereka lebih focus memperkuat posisi tawar personalnya di hadapan negara dan pengusaha. Caranya? ya lewat kinerja dan produktifitas. Logika sederhana. Kalau kita punya nilai, siapapun akan menghormati kita. Dan hidup di bawah perlindungan negara dan belas kasihan pengusaha itu tak ubahnya dengan penjajahan.
Di Shenzhen, sebelum tahun 2008, cari pekerja atau buruh itu mudah sekali. Gaji mereka hanya Yuan 1000-2000. Atau Rp. 1,8 juta- 3,6 juta. Waktu itu UMR mereka 900 yuan. Tetapi sekarang, cari orang mau jadi buruh susah minta ampun. Kalaupun ada, mereka engga mau upah di bawah 3000 yuan atau Rp. 6 juta. Rata rata minta 3000-7000 yuan atau Rp. 5 juta- 13 juta. Padahal UMR mereka hanya 1800 yuan. Tetapi produktifitas mereka tinggi sekali. Dua kali dari buruh Vietnam atau 8 kali dari buruh Indonesia. Ternyata proses sekian tahun mereka bekerja membuat mereka semaki terampil dan tentu mereka menuntut upah gede. Bahkan kalau pabrik kurang lembur, mereka ogah kerja. Mereka ingikan tambahan dari lembur. Perusahaan tentu happy. Walau tidak berhak memiliki tanah. Karena tanah semua milik negara.
Gerakan sosialis di Barat, AS, Indonesia dan lainnya menjadi ranah politik. Akibatnya etos kerja tidak lagi menjadi focus. Perusahaan diharuskan menjalankan agenda politik populis. Engga mungkin inline mindset bisnis dengan sosial. Soal sosial itu urusan negara. Toh negara udah terima pajak dari perusahaan. Itu sebabnya banyak perusahaan di Eropa, AS dan bahkan Indonesia yang membangun pusat produksi di China dan vietnam. Karena mereka sudah merasakan ethos kerja china.
Seharusnya yang bisa melindungi diri kita adalah kita sendiri. Tugas pemerintah membuat aturan yang rasional. Kalau engga kuat jadi buruh, jadilah pengusaha. Toh dengan adanya UU Omnibus law, semua aturan dipermudah. Kalau ingin tetap jadi buruh, tingkatkan produktifias agar dapat gaji gede. Jangan manja. Apapun minta dilindungi. Soal tanah itu jelas akan dibentuk bank tanah. Tidak adalagi penguasaan lahan oleh segelintir orang. Kalau negara yang berkuasa atas tanah maka itu artinya rakyat 260 juta yang memiliki. Pembangunan harus jalan engga bisa lagi dimainin calo dan rente. Karena dari pembangunan itu angkatan kerja terserap dan pajak didapat untuk ongkosi APBN agar semakin kokoh menopang social cost by Erizeli J Bandaro
Sumber : James Kairupan
Editor : Mustafa Kamal
0 Komentar