Kejaksaan Negeri (Kejari) Majene menetapkan Kepala Desa Balombong periode 2017–2023, Napsir Bin (Alm.) H. Lotong, sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2022–2023. (05/11/2025)
Celebes Magazine
MAJENE, – Kejaksaan Negeri (Kejari) Majene secara resmi menetapkan Kepala Desa Balombong, Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2022–2023.
Penetapan tersangka ini diumumkan dalam konferensi pers yang digelar di Aula Kejari Majene, pada hari Rabu, 5 November 2025. Konferensi pers tersebut dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Majene, Andi Irfan, S.H., M.H., didampingi oleh Kasi Pidsus Adrian Dwi Saputra, S.H., dan Kasi Intelijen Muh. Aslam Fardyllah, S.H., M.H. Acara ini juga dihadiri oleh puluhan wartawan dari berbagai media online dan televisi nasional.
Dalam keterangannya, Kajari Majene, Andi Irfan, mengungkapkan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik menemukan alat bukti yang cukup serta hasil audit dari Inspektorat Kabupaten Majene yang memperkirakan kerugian keuangan negara mencapai Rp330 juta.
“Dari hasil penyelidikan dan penyidikan, tim menemukan adanya sejumlah kegiatan fiktif dan penggunaan dana yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Ada pekerjaan yang dilaporkan selesai, tetapi di lapangan tidak ditemukan bukti pelaksanaannya,” jelas Andi Irfan kepada awak media.
Beberapa kegiatan yang menjadi sorotan dalam kasus ini antara lain adalah pembangunan irigasi, pengadaan air bersih, serta pengembangan sarana dan prasarana usaha mikro kecil (UMKM). Total dana desa yang dikelola oleh Desa Balombong mencapai Rp1,58 miliar pada tahun 2022 dan Rp1,76 miliar pada tahun 2023.
Atas perbuatannya, Kepala Desa Balombong disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman maksimal yang mungkin diterima adalah 20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
Kajari Majene menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menangani perkara ini secara transparan dan profesional. “Kami tidak akan pandang bulu. Kasus korupsi dana desa sangat merugikan masyarakat, karena anggaran tersebut seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan warga,” tegasnya.
Hingga saat ini, penyidik masih terus menelusuri aliran dana dan kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Kejari Majene membuka peluang munculnya tersangka baru jika ditemukan bukti tambahan yang memperkuat adanya persekongkolan atau penyalahgunaan anggaran secara bersama-sama.
Kejari Majene juga mengingatkan seluruh kepala desa di Kabupaten Majene untuk mengelola dana desa secara akuntabel, transparan, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. “Kami berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi seluruh aparat desa agar lebih berhati-hati dalam menggunakan uang negara,” tutup Andi Irfan.
Kejari Majene juga menemukan adanya indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan dan laporan
pertanggungjawaban (LPJ) Desa Balombong yang tidak sesuai dengan realisasi di lapangan. Atas perbuatannya, Napsir disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ¹ ².
Rincian Anggaran dan Kegiatan Desa Balombong
Pada tahun anggaran 2022, Desa Balombong menerima total dana sebesar Rp 1.588.432.101, yang terdiri dari:
Dana Desa: Rp 775.506.000
Alokasi Dana Desa: Rp 725.251.400
Bagi Hasil Pajak dan Retribusi: Rp 54.651.910
Pendapatan Lain-lain: Rp 33.022.791
Sementara pada tahun anggaran 2023, Desa Balombong kembali menerima Rp 1.765.347.000, yang terdiri dari:
Dana Desa: Rp 939.950.000
Alokasi Dana Desa: Rp 824.935.800
Pendapatan Lain-lain: Rp 461.200
Dana tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan desa, seperti pembangunan dan rehabilitasi jalan, pengadaan sarana air bersih, bantuan bibit tanaman dan ternak, hingga bantuan langsung tunai (BLT). Namun, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sebagian kegiatan tidak sesuai antara realisasi dan laporan pertanggungjawaban (LPJ).
Pelanggaran dan Dasar Hukum
Dalam menjalankan tugasnya, tersangka Napsir diduga melanggar sejumlah ketentuan hukum, di antaranya:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Dana Desa
Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 12 Tahun 2019
Serta beberapa ketentuan lain terkait tata kelola keuangan desa dan pengadaan barang/jasa.Atas perbuatannya, tersangka disangkakan dengan:
Primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
Subsidair: Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang yang sama.
Kajari Majene Andi Irfan menyampaikan bahwa penetapan tersangka ini merupakan hasil dari serangkaian pemeriksaan saksi-saksi, dokumen keuangan, serta hasil pengumpulan alat bukti lainnya.
“Penyidik akan terus melakukan pendalaman terhadap dugaan penyimpangan dana desa ini. Tidak menutup kemungkinan ada pihak lain yang akan dimintai keterangan,” ujar sumber dari Kejari Majene, Rabu (5/11/2025).
Kasus ini menjadi peringatan bagi seluruh aparatur pemerintah desa untuk lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola keuangan negara yang diperuntukkan bagi pembangunan masyarakat di tingkat desa.





0 Komentar