Sejalan dengan era desentralisasi, eksistensi program dan kelembagaan keluarga berencana nasional di daerah mengalami masa-masa kritis. Sesuai dengan Keppres Nomor 103 Tahun 2001, yang kemudian diubah menjadi Keppres Nomor 09 Tahun 2004 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen menyatakan bahwa sebagian urusan di bidang keluarga berencana diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota selambat-lambatnya Desember 2003. Hal ini sejalan dengan esensi UU Nomor 22 Tahun 1999 (telah diubah menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004). Dengan demikian tahun 2004 merupakan tahun pertama Keluarga Berencana Nasional dalam era desentralisasi.
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang telah disahkan pada tanggal 29 Oktober 2009, berimplikasi terhadap perubahan kelembagaan, visi, dan misi BKKBN. UndangUndang tersebut mengamanatkan perubahan kelembagaan BKKBN yang semula adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Visi BKKBN adalah “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” dengan misi “mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera”. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, BKKBN mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 56 Undang-Undang tersebut di atas. Dalam rangka pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana di daerah, pemerintah daerah membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah yang selanjutnya disingkat BKKBD di tingkat provinsi dan kabupaten dan kota yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memiliki hubungan fungsional dengan BKKBN (pasal 54 ayat 1 dan 2).
Peran dan fungsi baru BKKBN diperkuat dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian; Peraturan Kepala BKKBN Nomor 82/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi dan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 92/PER/B5/2011 tentang Organisasi Tata Kerja Balai Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana, sehingga perlu dilakukan perubahan/penyesuaian terhadap Renstra BKKBN tentang Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Tahun 2010-2014 meliputi penyesuaian untuk beberapa kegiatan prioritas dan indikator kinerjanya.
Ditahun 2020 ini peningkatan kualitas dan pelayananpun akhirnya dituangkan pada program Dipa APBN BKKBN Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020, yang dimana peningkatan tersebut diwujudkan melalui Rehabilitasi Pembangunan Kantor BKKBN Perwakilan Sulawesi Selatan, selanjutnya program tersebut dilaksanakan dengan pembangunan secara bertahap, pada kesempatan pembangunan Tahap I pun kemudian menarik perhatian banyak mata penyedia jasa yang siap berkompetisi agar dapat menjadi mitra dari pada Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan sebagai penyelenggara atas lelang paket pekerjaan tersebut, bukan hanya sekedar menarik perhatian namun berdasarkan hasil wawancara kami kepada salah satu pimpinan perusahaan yang ikut sebagai penawar
dalam proses pemilihan tersebut yaitu Bpk. Muh. Anugrah Saputra Nasruddin, ST, dengan jabatan Direktur Utama yang bertindak untuk dan atas nama PT. Tri Karya Utama Cendana, dalam keterangannya beliau menyampaikan kepada kami bahwa sahnya telah terjadi pertarungan yang begitu sengit pada proses pemilihan tersebut, yang dimana kemudian dalam penyelenggaraannya pokjapun kewalahan dalam menentukan siapa penyedia jasa yang kualified untuk melaksanakan pekerjaan tersebut nantinya.
Proses pemilihan tender paket pekerjaan tersebut bergulir hingga 2 putaran, 2 putaran yang dimaksudkan disini kata Bpk. Muh. Anugrah yaitu terjadi proses pemasukan penawaran ulang yang mengakibatkan proses awal yang telah bergulir tersebut terpaksa diulang kembali dengan adanya kekeliruan dalam penyusunan dokumen pemilihan lelang paket pekerjaan tersebut, kekeliruan tersebut adalah pokja pemilihan dalam penyusunan dokumen pemilihannya tidak mengikuti ketentuan dan peraturan yang telah berubah yaitu Peraturan Menteri PUPR No.14 Tahun 2020 yang seharusnya menjadi acuan terapan pokja dalam penyusunan dokumen pemilihannya. Berdasarkan hasil rapat pokja/ppk/kpa BKKBN perwakilan Provinsi Sulsel bersama LKPP dan Kejati Provinsi SulSel Sebagai pendamping proses pemilihan ini pun akhirpun diputuskan untuk kemudian dilakukakan proses pemasukan penawaran ulang.
Dalam perjalan proses selanjutnya pada keterangannya Bpk Muh. Anugrah Saputra menceritakan kepada kami terkait keganjilan yang beliau dan timnya alami diruang proses tersebut ketika mereka kemudian menerima undangan pembuktian klarifikasi penawaran mereka hingga pada pengumuman pemenang, dalam keterangannya beliau menyampaikan kepada kami prihal dugaan adanya indikasi perbuatan melawan hukum persaingan usaha tidak sehat dengan adanya persekongkolan dalam proses pemilihan tersebut baik dilakukan secara horizontal maupun vertikal, dugaan itu terindikasi terjadi baik antara penyedia jasa dengan penyedia jasa lainnya hingga antara penyedia jasa dengan penyelenggara lelang tender paket pekerjaan tersebut (pokja pemilihan/ppk/kpa BKKBN Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan).
Kami pun mengambil sikap menolak hasil pemiihan tersebut dengan melakukan sanggahan pada tahapan masa sanggah, bukti-bukti pun kami paparkan pada sanggahan kami tersebut pertanggal 02 Agustus 2020, yang dimana sanggahan tersebut kamk tembuskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai pendamping proses tender tersebut (Kejati SulSel dan LKPP) yang merupakan dua lembaga diantaranya tersebut dan kemudian pokjapun akhirnya menjawab sanggahan kami, lagi dan lagi jawaban tersebut telat kami peroleh dikarenakan diluar dari jadwal tahapan masa sanggah, terlebih jawaban sanggahan tersebut terkesan mengada-ngada, tidak objectif terhadap apa yang menjadi pokok dari pada hal-hal yang menjadi butir pokok sanggahan kami, kamipun merasa proses keadilan pada lelang tender pekerjaan ini kami tidak peroleh sehingga kami akan melanjutkan proses keberatan kami tersebut melalui jalur hukum diluar proses tender ini dengan melakukan langkah menyampaikan aduan kami kepada Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Kota Makassar dan Juga kepada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI). Berikut keterangan Direktur Utama PT. TRI KARYA UTAMA CENDANA dalam wawancara kami jum’at tanggal 07 Agustus 2020 dikota Makassar
(Iccang)
0 Komentar