Dalam Tim Kajian Ekspor Pasir- Greenpeace Tolak Terlibat

 


Greenpeace Tolak Terlibat dalam Tim Kajian Ekspor Pasir Laut Kompas.com - 02/06/2023, 10:00 WIB Lihat Foto Jajaran Guskamla Armada I berhasil mengamankan satu tongkang BG Bahtera Bahagia dan kapal TB Tirta Jaya VIII pengangkut pasir laut dari pulau Citlim, Kecamatan Moro, Karimun, Kepulauan Riau. (HADI MAULANA) Penulis Danur Lambang Pristiandaru | Editor Danur Lambang Pristiandaru 

celebesmagazine, – Kelompok aktivis lingkungan Greenpeace menolak terlibat dalam tim kajian yang akan dibentuk sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah mengatakan, Greenpeace menolak terlibat dalam tim kajian yang akan dibentuk untuk implementasi PP Nomor 26 Tahun 2023. “Sikap kami jelas, pemerintah harus membatalkan PP tersebut. Regulasi ini adalah upaya greenwashing atau akal-akalan pemerintah yang mengatasnamakan pengelolaan laut demi keberlanjutan,” kata Afdillah dalam keterangannya, Kamis (1/6/2023). 


“Padahal, di balik itu semua, PP ini justru akan menjadi pelicin oligarki dan para pelaku bisnis untuk meraup keuntungan dari aktivitas ekspor pasir laut,” sambungnya. Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan bahwa ekspor sedimentasi diperbolehkan asal mendapatkan izin dari tim kajian khusus. 

Tim kajian tersebut, kata Trenggono, akan terdiri dari KKP, Kementerian Energi dan Sumber Daya Energi dan Mineral (KESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hingga kelompok aktivis lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Greenpeace. 

Selain itu, akan dibentuk aturan turnan berupa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PermenKP) dari PP Nomor 26 Tahun 2023, sebagaimana dilansir dari Kompas.com.  Aktivis: Karpet Merah untuk Bisnis dan Oligarki “Permintaan ekspor selama hasil sedimentasi boleh saja buat penggunaan dalam negeri dan luar negeri. 

Tidak apa-apa selama dia bayaran mahal ke dalam negeri, (soalnya) kok yang untung Johor (Malaysia) terus. Nah johor mengambilnya dari mana? Jangan-jangan dari kita juga, ya kalau dari kita mana mau saya,” ujar Trenggono saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (31/5/2023). Trenggono menuturkan, bila tim kajian yang dibentuk membolehkan untuk ekspor hasil sedimentasi, justru akan menambah pemasukan negara. Dia menambahkan, ekspor sedimentasi laut tak hanya khusus ke satu negara saja, tapi bisa ke mana saja tergantung keputusan dari tim kajian.

“Kalau para pakar mengatakan ini hasil sedimentasi, ya tidak usah ekspor ke Singapura tapi ekspor aja ke Jepang, apa salahnya,” ujar Trenggono. “Saya fokusnya adalah bagaimana pembangun reklamasi dalam negeri selama ini fokus soal itu adalah dari mana. Harus dengan barang hasil sedimentasi. Hasil sediementasi tidak bisa ditentukan KKP. Kami saat ini hanya menentukan regulasi,” sambung Trenggono. 

Ekspor Pasir Laut Ganggu Kedaulatan Negara Mengganggu kedaulatan negara Di sisi lain, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi Parid Ridwanuddin mengatakan, Penambangan pasir laut dan ekspor pasir laut juga akan berpotensi menganggu kedaulatan negara. Jika tambang pasir laut dilakukan di pulau-pulau kecil dan terluar, maka pulau tersebut berpotensi tenggelam dan garis batas akan menyusut. “Karena konsep kedaulatan kita diukur dari pulau-pulau terluar,” papar Parid saat dihubungi Kompas.com, Senin (29/5/2023). 

Apabila pasir laut tersebut diekspor ke suatu negara dan negara tersebut membuat pulau reklamasi di dekat Indonesia, maka garis batasnya secara otomatis menekan kedaluatan Bumi Pertiwi. “Pulau-pulau kecil terdepan menjadi penanda bahwa itu wilayah kita. Kalau (pulau) itu hilang, maka mundur kedaulatan kita,” jelas Parid. 

Penulis : Danur Lambang Pristiandaru

Editor     : Mustafa Kamal









Pers Adalah Salah Satu Mitra Kerja Untuk Membangun & Memajukan Bangsa

(Om Bintang)






Posting Komentar

0 Komentar