Republik Samarinda, Republik Pertama di Nusantara yang Didirikan Orang Bugis pada Abad Ke-17

 

Republik Samarinda, Republik Pertama di Nusantara yang Didirikan Orang Bugis pada Abad Ke-17
Tiga abad sebelum Republik Indonesia berdiri, sebuah pemerintahan berbentuk republik demokrasi berdiri di Kalimantan. Namanya adalah Republik Samarinda

Makassar. Celebes Magazine .com-  Amat terheran-heran begitu menginjakkan kakinya di Samarinda. Penjelajah kenamaan dari Norwegia itu menemukan sebuah permukiman padat yang dihuni orang-orang Bugis di sepanjang sempadan Sungai Mahakam. Masyarakat Bugis, dalam pandangannya, cukup betah berdiam di kota pelabuhan yang posisinya amat penting bagi Kesultanan Kutai.  

Suatu hari pada 1879, sesuai catatan perjalanannya, Bock menanyai sejumlah penduduk. Ia mendapatkan jawaban yang cukup mengagetkan. Tidak seorang pun warga yang menyatakan keinginan kembali ke Sulawesi. Dengan kata lain, mereka betah di perantauan. 

Syak wasangka muncul di benak petualang yang telah menjelajahi belantara hutan Kalimantan tersebut. Dalam bukunya yang fenomenal berjudul The Head Hunters of Borneo (1881), Bock menulis, "dengan kebebasan yang lebih besar dan angka pertambahan tahunan mereka (orang-orang Bugis), dengan asumsi terlalu banyak kekuatan di Koetei [...], suatu hari mereka mungkin akan menemukan dan menggigit tangan yang telah memberi mereka makan" (hlm 22).

Bock juga menyatakan, kelompok dari Sulawesi Selatan ini berupaya meraih kemenangan di Samarinda. Untuk sementara waktu, pergerakan semi-kemerdekaan yang menolak otoritas Sultan Kutai mulai terbentuk.

"Mereka," tulis Bock, "tampaknya setuju dalam keadaan saat ini, dengan diizinkannya administrasi hukum lokal mereka sendiri yang disebut towadjoe (hlm 22).
Jauh sebelum kedatangan Bock, John Dalton adalah seorang pedagang Singapura yang berlayar dengan armada Bugis ke Kutai pada 1827. Catatan hariannya yang dimuat dalam River of Gems, A Borneo Journal, berisi tentang sebuah desa besar bernama Semerindan (Samarinda).

"Desa besar" ini menampung sekitar 5.500 orang, sebagian besar suku Bugis. Menurutnya, dalam jumlah besar, mereka menjadi tuan yang absolut di tanah itu.

Catatan Bock dan Dalton adalah gambaran orang-orang Bugis di Samarinda pada masa lalu. Selain memiliki kemampuan di bidang maritim dan perdagangan, mereka punya sistem tersendiri dalam menentukan pemimpin. Gelar pemimpin kelompok masyarakat ini disebut pua adoe atau pua adu.

Konsentrasi penduduk yang begitu besar di Samarinda akhirnya memunculkan sebuah pemerintahan. Bentuknya republik. Demikian kesimpulan Baharuddin Lopa dalam Hukum Laut, Pelayaran dan Perniagaan: Penggalian dari Bumi Indonesia Sendiri (1982). Lopa berpendapat, sebuah republik di Kalimantan Timur bernama Republik Samarinda pernah didirikan.

“Orang-orang Sulawesi Selatan, atas persetujuan Sultan Kutai, telah sempat pula mendirikan republik demokratis di Samarinda, Kalimantan Timur, pada abad XVII. Itulah pula sebabnya, republik demokrasi yang didirikan itu bernama Samarinda karena berasal dari kata: sama rendah,” tulis Lopa (hlm 31).

Pendapat seragam dikemukakan HJ De Graaf dalam bukunya yang bertitel Geschiedenis Van Indonesie (1949). Graaf menyatakan bahwa orang-orang Bugis mulai berdatangan di tanah Kutai sejak 1668. Mereka mendirikan semacam republik aristokratis dengan poea adoe yang dipilih sebagai pemimpin.

Dalam perjalanan Republik Samarinda, sempat timbul ketegangan yang berujung bentrok dengan pemerintah kerajaan. Pangkal persoalannya adalah bea impor dan ekspor. Peperangan antara republik dan Kerajaan Kutai berakhir dengan dibentuknya pemerintahan di Samarinda Seberang. Pua adu menjadi kepala pemerintahan tersebut (Republik Indonesia, Kalimantan, 1953).

Namun demikian, pemerintahan ini hanya dikendalikan orang-orang Bugis. Tidak seorang bangsawan Kutai pun di dalamnya. Makanya, orang Kutai menamakan ibu kota pemerintahan Bugis itu Samarinda. Artinya, pemerintahan yang dikendalikan oleh orang-orang sesama rendahan (hlm 407).
kaltimkece.id
Editor:Mustafa Kamal

Posting Komentar

0 Komentar